Jumat, 07 Mei 2010

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu
Percobaan ini membahas kelarutan sebagai fungsi suhu, dimana zat yang digunakan adalah asam oksalat (H2C2O4) dan sebagai larutan penitrasinya adalah larutan NaOH 0,2 N. Kelarutan di sini sangat dipengaruhi oleh suhu. Apabila suhunya dinaikkan, maka kelarutannya akan besar. Sedangkan jika suhunya diturunkan, maka kelarutannya kecil. Pada suhu 40°C, larutan asam oksalat diambil 10 ml kemudian dititrasi, ternyata volume larutan NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi sebanyak 13,47 ml. Sedangkan untuk suhu 30°C volume larutan NaOH yang digunakan untuk titrasi sebanyak 12,47 ml. Pada suhu 20°C dan 10°C dibututuhkan larutan NaOH masing-masing sebanyak 9,23 ml dan 5,53 ml.
Pada percobaan ini volume larutan NaOH yang digunakan untuk menitrasi semakin banyak dengan bertambahnya suhu. Oleh karena itu untuk menghemat waktu dan bahan, maka seharusnya menitrasi dengan NaOH yang molaritasnya 0,5. Pada suhu 40°C, molalitas larutan H2C2O4¬ adalah 0,01347 m. Sedangkan pada suhu 30°C, 20°C dan 10°C molalitasnya masing-masing adalah 0,0127 m, 0,00923 m dan 0,00553 m.
Setelah dialurkan menjadi grafik log m vs 1/T, dihasilkan persamaan regresi y = -1161.1x + 1.8872 sehingga delta H DSnya sebesar 1161,1 kj/mol. Tanda minus hanya menunjukkan arah kemiringan kurva.
Hasil percobaan ini jauh dari sempurna, kemungkinannya disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Kekurangtelitian praktikan saat percobaan, dalam pembuatan larutan.
2. Validitas alat yang digunakan.
3. Pengamatan yang kurang teliti.
4. Kesalahan analisa data.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/cairan_dan_larutan/larutan/
Larutan
Ditulis oleh Yoshito Takeuchi pada 11-08-2008
Sampai di sini, yang telah dibahas adalah, cairan satu komponen, yakni cairan murni. Fasa cair yang berupa sistem dua atau multi komponen, yakni larutan juga sangat penting. Larutan terdiri atas cairan yang melarutkan zat (pelarut) dan zat yang larut di dalamnya (zat terlarut). Pelarut tidak harus cairan, tetapi dapat berupa padatan atau gas asal dapat melarutkan zat lain. Sistem semacam ini disebut sistem dispersi. Untuk sistem dispersi, zat yang berfungsi seperti pelarut disebut medium pendispersi, sementara zat yang berperan seperti zat terlarut disebut dengan zat terdispersi (dispersoid).
Baik pada larutan ataupun sistem dispersi, zat terlarut dapat berupa padatan, cairan atau gas. Bahkan bila zat terlarut adalah cairan, tidak ada kesulitan dalam membedakan peran pelarut dan zat terlarut bila kuantitas zat terlarut lebih kecul dari pelarut. Namun, bila kuantitas zat terlarut dan pelarut, sukar untuk memutuskan manakah pelarut mana zat terlarut. Dalam kasus yang terakhir ini, Anda dapat sebut komponen 1, komponen 2, dst.
a. Konsentrasi
Konsentrasi larutan didefinisikan dengan salah satu dari ungkapan berikut:
Ungkapan konsentrasi
1. persen massa (%) =(massa zat terlarut/ massa larutan) x 100
2. molaritas (konsentrasi molar) (mol dm-3) =(mol zat terlarut)/(liter larutan)
3. molalitas (mol kg-1) =(mol zat teralrut)/(kg pelarut)
b. Tekanan uap
Tekanan uap cairan adalah salah satu sifat penting larutan. Tekanan uap larutan juga penting dan bermanfaat untuk mengidentifikasi larutan. Dalam hal sistem biner, bila komponennya mirip ukuran molekul dan kepolarannya, misalnya benzen dan toluen, tekanan uap larutan dapat diprediksi dari tekanan uap komponennya. Hal ini karena sifat tekanan uap yang aditif. Bila larutan komponen A dan komponen B dengan fraksi mol masing-masing adalah xA dan xB berada dala kesetimbangan dengan fasa gasnya tekanan uap masing-masing komponen sebanding dengan fraksi molnya dalam larutan. Tekanan uap komponen A, pA,diungkapkan sebagai:
pA = pA0 xA
pA0 adalah tekanan uap cairan A murni pada suhu yang sama. Hubungan yang mirip juga berlaku bagi tekanan uap B, pB. Hubungan ini ditemukan oleh kimiawan Perancis Francois Marie Raoult (1830-1901) dan disebut dengan hukum Raoult. Untuk larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi antara molekul individual kedua komponen sama dengan interaksi antara molekul dalam tiap komponen. Larutan semacam ini disebut larutan ideal. Gambar 7.6 menunjukkan tekanan uap larutan ideal sebagai fungsi konsentrasi zat teralrut. Tekanan total campuran gas adalah jumlah pA dan pB, masing-masing sesuai dengan hukum Raoult.
c. Larutan ideal dan nyata
Sebagaimana juga perilaku gas nyata berbeda dengan perilaku gas ideal, perilaku larutan nyata berebeda dengan perilaku larutan ideal, dengan kata lain berbeda dari hukum Raoult. Gambar 7.7(a) menunjukkan kurva tekanan uap sistem biner dua cairan yang cukup berbeda polaritasnya, aseton Me2CO dan karbon disulfida CS2. Dalam hal ini, penyimpangan positif dari hukum Raoult (tekanan uap lebih besar) diamati. Gambar 7.7(b) menunjukkan tekanan uap sistem biner aseton dan khloroform CHCl3. Dalam kasus ini, penyimpangan negatif dari hukum Raoult diamati. Garis putus-putus menunjukkan perilaku larutan ideal. Peilaku larutan mendekati ideal bila fraksi mol komponen mendekati 0 atau 1. Dengan menjauhnya fraksi mol dari 0 atau 1, penyimpangan dari ideal menjadi lebih besar, dan kurva tekanan uap akan mencapai minimum atau maksimum.
Penyebab penyimpangan dari perilaku ideal sebagian besar disebabkan oleh besarnya interaksi molekul. Bila pencampuran komponen A dan B menyebabkan absorpsi kalor dari lingkungan (endoterm), interaksi molekul antara dua komponen lebih kecil daripada pada masing-masing komponen, dan penyimpangan positif dari hukum Raoult akan terjadi. Sebaliknya, bila pencampuran menghasilkan kalor ke lingkungan (eksoterm), penyimpangan negatif akan terjadi.
Bila ikatan hidrogen terbentuk antara komponen A dan komponen B, kecenderungan salah satu komponen untuk meninggalkan larutan (menguap) diperlemah, dan penyimpangan negatif dari hukum Raoult akan diamati. Kesimpulannya, penyebab penyimpangan dari hukum Raoult sama dengan penyebab penyimpangan dari hukum gas ideal.
d. Kenaikan titik didih dan penurunan titik beku
Bila dibandingkan tekanan uap larutan pada suhu yang sama lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya. Jadi, titik didih normal larutan, yakni suhu saat fasa gas pelarut mencapai 1 atm, harus lebih tinggi daripada titik didih pelarut. Fenomena ini disebut dengan kenaikan titik didih larutan.
Dengan menerapkan hukum Raoult pada larutan ideal, kita dapat memperoleh hubungan berikut:
pA = pA0 xA = pA0 [nA /(nA + nB)] …. (7.3)
(pA0- pA)/ pA0 = 1 – xA = xB … (7.4)
xA dan xB adalah fraksi mol, dan nA dan nB adalah jumlah mol tiap komponen. Persamaan ini menunjukkan bahwa, untuk larutan ideal dengan zat terlarut tidak mudah menguap, penurunan tekanan uap sebanding dengan fraksi mol zat terlarut.
Untuk larutan encer, yakni nA + nB hampir sama dengan nA, jumlah mol nB dan massa pada konsentrasi molal mB diberikan dalam ungkapan.
xB = nB/(nA + nB) = nB/nA= nB/(1/MA) = MAmB … (7.5)
MA adalah massa molar pelarut A. Untuk larutan encer, penurunan tekanan uap sebanding dengan mB, massa konsentrasi molal zat terlarut B.
Perbedaan titik didih larutan dan pelarut disebut dengan kenaikan titik didih, Tb. Untuk larutan encer, kenaikan titik didih sebanding dengan massa konsentrasi molal zat terlarut B.
Tb = Kb mB … (7.6)
Tetapan kesebandingan Kb khas untuk setiap pelarut dan disebut dengan kenaikan titik didih molal.
Hubungan yang mirip juga berlaku bila larutan ideal didinginkan sampai membeku. Titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut. Perbedaan antara titik beku larutan dan pelarut disebut penurunan titik beku, Tf. Untuk larutan encer penurunan titik beku akan sebanding dengan konsentrasi molal zat terlarut mB
Tf = Kf mB … (7.7)
Tetapan kesebandingannya Kb khas untuk tiap pelarut dan disebut dengan penurunan titik beku molal.
Tabel 7.3 Kenaikan titik didih dan penurunan titik beku molal.
pelarut titik didih (°C) Kb pelarut titik beku (°C) Kf
CS2 46 2.40 H2O 0 1.86
aseton 55,9 1,69 benzen 5,1 5,07
benzen 79,8 2,54 asam asetat 16,3 3,9
H2O 100 0,51 kamfer 180 40
Di Tabel 7.3 beberapa nilai umum kenaikan titik didih dan penurunan titik beku molal diberikan. Dengan menggunakan nilai ini dan persamaan 7.6 dan 7.7 dimungkinkan untuk menentukan massa molar zat terlarut yang belum diketahui. Kini, penentuan massa molekul lebih mudah dilakukan dengan spektrometer massa. Sebelum spektrometer massa digunakan dengan rutin, massa molekul umumnya ditentukan dengan menggunakan kenaikan titik didih atau penurunan titik beku. Untuk kedua metoda, derajat kesalahan tertentu tak terhindarkan, dan keterampilan yang baik diperlukan agar didapatkan hasil yang akurat.
e. Tekanan osmosis
Membran berpori yang dapat dilalui pelarut tetapi zat terlarut tidak dapat melaluinya disebut dengan membran semipermeabel. Bila dua jenis larutan dipisahkan denga membran semipermeabel, pelarut akan bergerak dari sisi konsentrasi rendah ke sisi konsentrasi tinggi melalui membran. Fenomena ini disebut osmosis. Membran sel adalah contoh khas membran semipermeabel. Membran semipermeabel buatan juga tersedia.
Bila larutan dan pelarut dipisahkan membran semipermeabel, diperlukan tekanan yang cukup besar agar pelarut bergerak dari larutan ke pelarut. Tekanan ini disebut dengan tekanan osmosis. Tekanan osmosis larutan 22,4 dm3 pelarut dan 1 mol zat terlarut pada 0 °C adalah 1,1 x 105 N m-2.
Hubungan antara konsentrasi dan tekanan osmoisi diberikan oleh hukum van’t Hoff’s.
πV = nRT … (7.8)
π adalah tekanan osmosis, V volume, T temperatur absolut, n jumlah zat (mol) dan R gas. Anda dapat melihat kemiripan formal antara persamaan ini dan persamaan keadaan gas. Sebagaimana kasus dalam persamaan gas, dimungkinkan menentukan massa molekular zat terlarut dari hubungan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar